Berita  

Rakor MRP se-Tanah Papua, Pj Gubernur Musa’ad Ingatkan Jangan Hanya Bahas Politik Saja

Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Muhammad Musa’ad membuka secara resmi Rapat Koordinasi Majelis Rakyat Papua se-Tanah Papua Dengan Fraksi Otonomi Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat dan Kelompok Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Papua, dalam rangka menyikapi situasional pemenuhan hak politik Orang Asli Papua, yang berlangsung di Rylich Panorama Hotel Sorong, Kamis (28/3/2024).

Dalam sambutannya, Pj Gubernur Papua Barat Daya mengatakan, pertemuan semua pimpinan Majelis Rakyat Papua se-Tanah Papua dan juga dengan Fraksi Otsus di DPRP Papua Barat untuk membicarakan berbagai hal.

“Sayang kalau hanya bicara politik. Kalau bisa dalam rapat koordinasi ini juga harus bicara tentang hal-hal yang terkait dengan ekonomi, sosial dan budaya,” tegas Pj Gubernur Papua Barat Daya.

Dikatakan Musa’ad, semua orang asli papua memiliki hak, tidak hanya politik. Tapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya.

“Tentunya forum ini tidak bisa menyelesaikan semua soal dalam waktu yang singkat, tapi ini suatu tradisi dan awal yang baik,” ujarnya.

Menurut Pj Gubernur PBD, rapat koordinasi ini menjadi momentum agar semua Majelis Rakyat Papua yang ada di enam provinsi yang punya pemahaman dan persepsi yang sama dapat melaksanakan tugas dan fungsi dari MRP yang cukup luar biasa kalau dilaksanakan.

Dalam pasal 20 Undang-undang Otsus baik Undang-undang Nomor 21 maupun Undang-undang Nomor 2 tahun 2021 sudah mengatur tentang tugas, fungsi dan wewenang dari Majelis Rakyat Papua. Meskipun demikian, tugas, fungsi dan wewenang harus diatur dengan Perdasus.

“Kesulitan kita hari ini karena belum membuat perdasus. Karena perdasus harus dibuat oleh DPRP bersama dengan gubernur, atas pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua,” tegasnya.

Pj Gubernur PBD berharap dengan adanya pertemuan ini hak-hak OAP dapat diperjuangkan bersama.

“Saya juga minta untuk mari menterjemahkan terminologi dari MRP dengan lebih bijaksana, supaya tidak kemudian nanti meniadakan atau ada yang merasa OAP tapi kemudian tidak diakui, itu juga menjadi soal. Jadi makanya perlu dibicarakan baik-baik dengan menggunakan terminologi atau referensi-referensi yang dipakai di dunia, supaya kita tidak salah dan kemudian pemerintah juga bisa menerima argumentasi kita. Daripada nanti kita berbeda argumentasi dan berbeda dasar hukumnya, maka nanti tidak jalan semuanya dan akan rugi juga bagi kita,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, Musa’ad juga menyatakan MRP sebagai lembaga representasi kultural dan lembaga resmi pemerintah. Di Papua ada tiga lembaga resmi yaitu eksekutif yang dipimpin gubernur, legislatif oleh DPRP dan representatif oleh MRP.

Tiga lembaga ini merupakan lembaga resmi pemerintah, sehingga ketiganya punya tanggung jawab untuk menjaga NKRI, Pamcasila, UUD 1945 kemudian melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Karena kita Provinsi, maka komando kita adalah pusat, karena yang mempunyai wewenang adalah Pusat. Kita hanya diberikan dan dilimpahkan sebagian wewenang dari Pusat. Jadi mau tidak mau kita harus tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kalau ada hal-hal yang kita anggap perlu untuk dikritisi dan diusul perubahan, maka bisa dilakukan melalui jalur yang resmi dan itu dibolehkan,” tandasnya.

Lanjut Musa’ad, yang luar biasa dan patut diberi apresiasi yaitu selama adanya MRP sejak tahun 2005, ini kali pertama ada pertemuan Pimpinan dan Anggota MRP se-Tanah Papua.

“Itu merupakan sesuatu yang luar biasa dan positif. Paling tidak melalui pertemuan ini, persoalan yang selama ini belum terselesaikan bisa teridentifikasi. Apa yang dianggap penting harus diinventarisir, untuk diperjuangkan melalui koridor yang sudah ada,” pungkas Pj Gubernur PBD.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *