Tokoh masyarakat Malamoi dari berbagai kubu berkomitmen, untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Provinsi Papua Barat Daya.
Komitmen tersebut disampaikan sejumlah tokoh masyarakat Malamoi, diantaranya Sekretaris Umum Intelektual Malamoi Papua Barat Daya Joni Magablo, tokoh pemuda Moi Robi Paa dan Kepala Adat Suku Besar Moi Paulus Sapisa, pasca Konferensi Besar Malamoi (Sabalo), yang digelar beberapa waktu lalu.
Sekretaris Umum Intelektual Malamoi Papua Barat Daya Joni Magablo mengatakan, pihaknya menghormati apa yang menjadi keputusan dari pihak Pemerintah.
“Saya mendukung apa yang menjadi keputusan Pemerintah Kota Sorong, sebab Pemerintah Kota Sorong berkewajiban mengayomi dan melindungi masyarakatnya terutama yang ada di suku besar Moi,” ungkap Joni.
Menurutnya, apapun yang menjadi keputusan Pemkot Sorong wajib hukumnya dilaksanakan. Baik oleh kubunya maupun dari kubu Silas Kalami.
“Karena kami suku Moi yang punya wilayah terluas di Papua Barat Daya ini baik-baik saja,” ujar Joni.
Sementara itu, Tokoh Pemuda Moi Robi Paa juga mengajak semua masyarakat suku Moi, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan dan pemuda, serta tua-tua adat Moi untuk bersama-sama menjaga Kamtibmas sehingga tidak ada lagi persoalan di kemudian hari.
“Saya mengajak orang Moi untuk menjaga Kamtibmas di Papua Barat Daya ini, sehingga tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Jadi mari kita saling bergandengan tangan. Terlebih tanggal 14 Februari kita sudah Pemilu, jadi kita harus tetap tenang,” imbaunya.
Lebih lanjut, Kepala Adat Suku Besar Moi Paulus Sapisa menyatakan, menolak pelantikan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi. Ia menilai hasil konferensi Sabalo yang memilih LMA baru tidak sah, karena tidak ada pilar yang melibatkan perwakilan perempuan, mahasiswa, intelektual dan perwakilan lainnya.
“Kami mengimbau LMA tidak boleh dilantik, karena pilar mereka tidak ikut dalam konferensi itu. Sehingga LMA yang baru jangan dilantik dulu,” imbuhnya.
Menurutnya, perempuan, mahasiswa, intelektual dan perwakilan lainnya tidak dihitung, sehingga ini dianggap tidak sah.
“Kami akan mengadakan pertemuan kembali dengan pemerintah. Sebenarnya tidak boleh, mereka harus betul-betul duduk bersama membahas apa yang mereka mau. Kami belum tentukan kapan akan kembali melakukan pertemuan, tetapi harus membuka diri disitu. Sehingga LMA hadir itu untuk apa. jika hadir karena suku, maka harus melibatkan suku. Masyarakat adat itu harus didengar untuk mengamankan mereka, sehingga ada jalan baik supaya jangan ada hal-hal lain,” pungkasnya. (*/ILA)