Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Provinsi Papua Barat Daya Amus Yanto Ijie mengatakan, orang asli papua (OAP) terancam akan kehilangan kursi di DPRD Kabupaten/Kota, DPR Provinsi, DPR RI maupun DPD RI pada pemilihan legislatif 14 Februari 2024 mendatang.
“Kami melihat bahwa pemilihan legislatif yang akan datang, orang asli papua terancam akan kehilangan kursi,” ungkap Yanto Ijie saat ditemui awak media di Sekretariat Fopera PBD, Selasa (23/1/2024).
Menurut Yanto, dirinya berani menyatakan hal tersebut lantaran melihat dari jumlah caleg non papua yang jauh lebih banyak dibandingkan caleg OAP.
“Setelah melakukan berbagai kajian dan diskusi-diskusi, kami melihat ada semacam ketidakseriusan dari pemerintah maupun juga dari partai-partai politik dalam melaksanakan otonomi khusus di tanah Papua,” ujarnya.
Yanto membeberkan, dalam pasal 28 ayat 3 menyebutkan bahwa rekrutmen politik oleh partai politik itu harus memprioritaskan orang asli papua. Namun faktanya, sampai dengan saat ini orang asli papua itu terancam akan kehilangan kursi legislatif pada pemilu tahun 2024.
“Faktanya hari ini partai-partai bahkan juga calon-calon legislatif peserta pemilu tahun 2024 di Provinsi Papua Barat Daya, didominasi oleh orang non papua. Kami orang papua seharusnya menjadi warga kelas satu di tanah sendiri, tetapi juga di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya.
Lanjut Yanto, caleg OAP terancam tidak akan mendapatkan kursi di legislatif pada puleg 2024 disebabkan karena partai politik mengabaikan otonomi khusus.
Dalam konteks pelaksanaan pemilu legislatif 2024 yang akan datang, sambungnya, caleg OAP akan bernasib sama seperti pemilu 2019-2024. Yang mana orang asli Papua dari 30 kursi di DPRD Kota Sorong hanya diduduki 6 orang dan di DPRD Kabupaten Sorong dari 25 kursi, orang asli papua hanya menduduki 7 kursi dan 18 kursinya orang non papua.
“Sama hal juga di Provinsi Papua Barat Daya yang akan datang, kami yakin orang asli papua akan menjadi penonton di tanahnya sendiri,” bebernya.
Tudak hanya itu, kata Yanto, Provinsi Papua Barat Daya hadir atas keinginan masyarakat yang diperjuangkan melalui pasal 76 Undang-undang otonomi khusus. Dimana pasal 76 itu menyebutkan bahwa pemekaran provinsi di tanah papua itu harus memberikan ruang, kesempatan dan dampak kepada orang asli papua dalam aspek politik, ekonomi, pembangunan, kesehatan, sosial dan budaya.
“Kami di papua barat daya khususnya dan tanah papua umumnya meminta pemerintah dalam hal ini khususnya KPU RI, untuk bisa menerbitkan PKPU khusus untuk pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah di tanah papua. Supaya memproteksi OAP, kalau bisa PKPU khusus mengakomodir 60 persen anggota DPRD Kota/Kabupaten dan DPR Provinsi harus OAP. Begitu juga anggota DPR RI, harus mayoritas OAP,” tegasnya.
Katanya, otsus jilid 2 ini telah melindungi hak-hak konstitusional dan hak-hak politik orang asli papua. Oleh karenanya, negara harus berlaku adil untuk orang asli papua.
“Kalau di DPR RI kuotanya tiga kursi, kalau bisa dua kursi itu milik OAP. Begitu juga DPD RI, dari empat kursi yang ada kalau bisa tiga kursinya OAP dan satu kursi non OAP. Hal ini supaya ada keberpihakan negara kepada mereka dan OAP harus merasa bahwa negara ini hadir untuk melindungi OAP,” imbuhnya.
Ketua Fopera PBD meminta kepada caleg nusantara yang ada di tanah papua, untuk memberikan kesempatan kepada OAP agar mereka bisa memimpin dan mewakili daerahnya baik di DPRD Kabupaten/Kota, DPR Provinsi, DPR RI maupun DPD RI.
“Agar hak-hak dasar atau hak-hak politik OAP bisa terkomodir, sehingga OAP bisa merasakan apa itu otsus di tanah Papua.
Marilah kita menghormati otsus di tanah papua, karena otsus menjadi atensi dan benteng terakhir kesejahteraan OAP. Sudah tidak ada lagi pintu lain agar OAP bisa menikmati kemerdekaan di Republik Indonesia, hanya melalui otsus,” tandas Yanto.
“Dalam waktu dekat, kami akan mendatangi KPU Provinsi Papua Barat Daya untuk meminta agar KPU ikut mengawal OAP. Supaya OAP harus mendapat kesempatan di provinsi ini,” pungkasnya.