Surat keputusan sidang adat tanggal 8 Mei 2023 yang dibuat di Ruang Nebulu Polres Sorong, akhirnya telah resmi digugurkan.
Surat tersebut digugurkan sehubungan adanya pernyataan sikap yang dibuat dan ditanda tangani oleh Ketua Dewan Adat Suku Moi 7 sub suku Sipai Paulus Sapisa bersama Kapolsek Moraid Habel Rumrapuk, Danramil Moraid Simon KP, Kepala Distrik Moraid Frangklin D Yekwam, saksi Simson Suu dan Laurens Anggaloli.
Salah satu tokoh masyarakat dari Kabupaten Tambrauw Max Yekwam mengatakan, sebelumnya masyarakat Suku Moi dari 7 sub suku melakukan pemalangan di Jalan Trans Papua Barat Sorong-Tambrauw, Selasa (26/9/2023).
“Pemalangan tersebut dilakukan, lantaran masyarakat menuntut agar surat keputusan sidang adat tanggal 8 Mei 2023 yang dibuat di Ruang Nebulu Polres Sorong dibatalkan. Pemalangan jalan ini merupakan upaya terakhir yang dilakukan masyarakat, agar apa yang menjadi tuntuan mereka dikabulkan,” ungkapnya kepada BalleoNEWS.com, Rabu (27/9/2023).
Menurutnya, masyarakat Suku Moi dari 7 sub suku menolak hasil keputusan sidang adat tanggal 8 Mei 2023 yang dibuat di Ruang Nebulu Polres Sorong karena dianggap sangat merugikan banyak pihak.
“Hasil keputusan sidang adat tanggal 8 Mei 2023 yang dibuat di Ruang Nebulu Polres Sorong, sangat merugikan banyak pihak khususnya tujuh sub suku. Marga-marga yang berdekatan seperti Yekwam Bukce, Sani, Yeblos Yal dan Malak itu yang terkena dampak lebih besar. Dimana berdasarkan hasil sidang adat tanggal 8 Mei 2023, tanah adat mereka hilang semua,” ujarnya.
Lanjutnya, pemalangan Jalan Trans Papua Barat Sorong-Tambrauw yang dilakukan masyarakat tanggal 26 September 2023, akhirnya dibuka pukul 14.15 WIT. Palang tersebut dibuka setelah Ketua Dewan Adat Suku Moi 7 sub suku Sipai Paulus Sapisa bersama Kapolsek Moraid Habel Rumrapuk, Danramil Moraid Simon KP, Kepala Distrik Moraid Frangklin D Yekwam, saksi Simson Suu dan Laurens Anggaloli membuat surat pernyataan dan menandatangani langsung di tempat pemalangan di Kampung Kaladum, Distrik Morait, Kabupaten Tambrauw.
Dengan adanya surat pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua Dewan Adat Suku Moi 7 sub suku Sipai Paulus Sapisa, maka legalitas hukumnya sudah jelas. Sehingga tidak perlu lagi ada yang saling menggugat.
“Dengan ditanda tanganinya surat pernyataan sikap Ketua Dewan Adat Suku Moi 7 sub suku, maka keputusan sidang adat tanggal 8 Mei 2023 di ruang nebulu Polres Sorong telah digugurkan dan surat keputusan sidang adat tahun 2003 di moraid 20 tahun yang lalu yang diberlakukan kembali. Dengan demikian, masyarakat pemilik hak ulayat marga Sani Madik, Malak Fun, Yeblos Yal, Yekwam Bukca dan Ulim tetap berada di masing-masing tempat hak adatnya dan kehidupan mereka kembali berjalan seperti biasa,” tegasnya.
Dengan diberlakukannya kembali surat keputusan sidang adat tahun 2003 di Moraid 20 tahun yang lalu, sambung Max, maka masyarakat 7 sub suku yang ada di Kabupaten Tambrauw mengharapkan sudah tidak ada lagi gugat menggugat dan masyarakat bisa mencari makan dan menjalani kehidupan normal seperti semula.
Hal senada disampaikan salah satu tokoh masyarakat dari Kabupaten Tambrauw Mikael Sani.
“Kami bersyukur karena surat keputusan sidang adat tahun 2003 di moraid 20 tahun yang lalu, akhirnya diberlakukan kembali dan surat keputusan sidang adat tanggal 8 Mei 2023 di ruang Nebulu Polres Sorong sudah digugurkan,” tandasnya.
Dirinya juga meminta kepada Polres Kabupaten Tambrauw untuk segera memproses laporan polisi yang sudah dibuat tentang pencurian kayu dan pembalakan liar di tanah adat pemilik Marga Sani Madik, yang berada di dalam hutan konservasi dari Kabupaten Tambrauw.
“Kami juga meminta agar Ketua Dewan Adat Suku Besar Moi 7 sub suku untuk segera memberhentikan Ketua Dewan Adat Moi Kelim Mathius Osok dan Abner Bisulu, karena mereka yang telah membuat konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat pemilik hak ulayat di distrik morait, kabupaten tambrauw,” pungkasnya.