Sebanyak 51 kg daging babi illegal yang merupakan media pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK), dimusnahkan Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Sorong, di halaman Kantor Karantina Pertanian Sorong, Selasa (12/9/2023).
Media pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) tersebut dibawa dari Manado, melalui Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong.
Pantauan BalleoNEWS.com, media pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dimusnahkan dengan cara dibakar didalam incinerator. Dimana media pembawa yang dimusnahkan telah melanggar persyaratan pemasukan dan pengeluaran, yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan.
Kepala Kantor Karantina Pertanian Kelas 1 Sorong I Wayan Kartanegara menjelaskan, media pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) yang dimusnahkan terdiri dari daging babi sebanyak 51 kilogram atau 2 koli yang dibawa dari Bandar Udara Sam Ratulangi, Manado dan masuk melalui Bandara DEO Sorong.
“Kemudian ayam dua ekor dibawa dari Bitung melalui Pelabuhan Laut Sorong, ayam tiga ekor dibawa dari Ambon melalui Pelabuhan Laut Sorong, ayam satu ekor dari Bau-bau ke Sorong. Kemudian benih pisang satu bibit dari Bula melalui Pelabuhan Rakyat Sorong, burung dua ekor dari Tanjung Perak, Surabaya melalui Pelabuhan Laut Sorong dan daging ayam 10 kilogram dari Ambon melalui Pelabuhan Laut Sorong,” ungkapnya.
Menurutnya, media pembawa HPHK tersebut dimusnahkan karena tidak dilengkapi sertifikat kesehatan dari tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Selain itu, pemilik media pembawa HPHK tidak melaporkan dan menyerahkan media pembawa kepada pejabat karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, untuk keperluan tindakan karantina, pengawasan dan pengendalian.
Dijelaskannya, untuk media pembawa HPHK daging babi sebanyak 51 kilogram berasal dari kota Manado yang dimasukkan ke Kota Sorong. Komoditas tersebut dibawa melalui bagasi penumpang maskapai Lion Air JT 8990 yang tidak disertai dengan label atau nomor bagasi dan sertifikat karantina dari daerah asal. Pejabat yang bertugas, Sukirman menjelaskan bahwa ia mendapat informasi dari pihak internal mengenai penyelendupan daging babi tersebut.
“Daging babi yang tidak dilengkapi dengan sertifikat karantina berisiko dalam penyebaran penyakit, seperti penyakit mulut dan kuku (PMK) dan flu babi Afrika (African Swine Fever). Selanjutnya barang tersebut ditahan dan diamankan di Kantor Karantina Pertanian Sorong, sambil menunggu pemilik melengkapi dokumen karantina. Karena dalam waktu 3×24 jam pemilik tidak bisa melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, barang tersebut akhirnya dimusnahkan. Berdasarkan hasil penyelidikan, daging babi tersebut dilalulintaskan untuk keperluan acara kedukaan,” ujarnya.
Menurutnya, tindakan pemusnahan terhadap media pembawa HPHK dilakukan karena berasal dari daerah yang tertular penyakit hewan menular. Kemudian setelah dilakukan penahanan, tidak segera dikeluarkan dari daerah tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan. Selain itu, pemilik media pembawa HPHK juga tidak segera melengkapi dokumen karantina dari daerah asal.
Terkait hal tersebut, Kepala Kantor Karantina Pertanian Sorong mengimbau kepada seluruh masyarakat atau pelaku usaha di bidang pertanian dan peternakan serta tumbuhan, termasuk lalu lintas satwa liar, agar mematuhi persyaratan yang telah diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2019 pasal 33, 34 dan pasal 35. Yaitu melengkapi dokumen karantina bagi hewan, ikan, tumbuhan dan produknya, melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan dilaporkan kepada pejabat karantina di tempat pengeluaran atau pemasukan untuk kepentingan pemeriksaan karantina.
Ditambahkannya, bibit tanaman pisang merupakan media pembawa yang dapat menularkan penyakit layu fusarium. Layu fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium Oxysporum f.sp cubense dan bakteri pseudomonas. Dampak dari penyakit layu dapat membawa kerugian, seperti menurunnya produktivitas tanaman, dari segi jumlah dan kualitas buah.
“Mengacu kepada lnstruksi Gubernur Provinsi lrian Jaya Nomor 3 Tahun 2000 tentang larangan peredaran benih tanaman pisang dalam rangka pengendalian penyebaran penyakit layu di wilayah provinsi papua, pemasukan benih tanaman pisang sebaiknya merupakan hasil dari perbanyakan kultur jaringan yang ditandai dengan label serta dilengkapi dengan rekomendasi dari Kepala Dinas Pertanian dari sumber benih tersebut,” pungkasnya.