KPK menghadirkan semua kepala daerah, unsur DPRD dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-wilayah Papua Barat Daya (PBD), di Gedung LJ Kompleks Kantor Gubernur PBD, Senin (22/5).
Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka melakukan koordinasi pencegahan korupsi, yang merupakan rangkaian kegiatan Koordinaai Pencegahan Korupsi yang dilakukan oleh KPK pada wilayah Provinsi Papua Selatan, Papua dan Papua Barat Daya.
Selain Pemda, kegiatan juga menghadirkan Inspektorat Khusus Kementerian Dalam Negeri, BPKP Papua Barat, BPK Papua Barat, Kantor Wilayah ATR/BPN Papua Barat, Kantor Pajak Pratama Sorong serta unsur vertikal lainnya.
Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan, kehadiran KPK sebagai mitra Pemda untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik di wilayah Provinsi Papua Barat Daya.
“Upaya ini sebagai ikhtiar bersama untuk mendorong kemandirian fiskal, mengoptimalkan fungsi aparatur, memperbaiki layanan piblik dan mengefisienkan APBD untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ungkapnya.
Dikatakan Dian, berdasarkan hasil evaluasi KPK, Kemendagri dan BPKP atas tata kelola pemerintahan daerah pada area strategis di 6 kabupaten/kota di Papua Barat Daya menunjukkan capaian yang masih rendah. Selain itu, nilai Monitoring Centre for Prevention (MCP) baru mencapai 28 persen atau jauh dibawah rata-rata nasional yang sudah mencapai 76 persen.
“Belum lagi integritas penyelenggaraan pemerintahan yang masih dalam status rentan korupsi. Publik menilai masih adanya praktek benturan kepentingan, jual beli jabatan, trading influence dan pengaturan dalam pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan di daerah,” bebernya.
Pantauan BalleoNEWS, KPK secara khusus menyoroti persoalan mendasar yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di Tanah Papua, termasuk di kabupaten/kota yang ada di wilayah Papua Barat Daya.
Dalam catatan KPK, sambungnya, persoalan penguasaan Barang Milik Daerah (BMD) termasuk oleh mantan pejabat dan mantan ASN berpotensi merugikan keuangan daerah. Sejumlah modus penguasaan antara lain BMD dibawa pergi ketika sudah pensiun, “rusak berat”, “hilang”, pindah tangan atau bahkan upaya untuk menyembunyikan BMD melalui pihak lain.
“Penguasaan BMD dengan cara-cara tertentu juga diendus oleh KPK. Pemda kerap kali mendorong dilakukan lelang kendaraan dinas, sekalipun kendaraan tersebut masih layak pakai dan masih dibutuhkan untuk kepentingan operasional Pemda. Bahkan ada modus untuk melegalkan penguasaan kendaraan dinas melalui nota yang dikeluarkan oleh pejabat daerah,” jelasnya.
Selain itu, kata Dian, persoalan pengadaan barang dan jasa juga masih dideteksi terjadi. Indikasi adanya markup, proyek fiktif, kick back, suap, pengaturan tender, benturan kepentingan dan gratifikasi dilaporkan masih terjadi.
Akibatnya, ditemukan banyak proyek mangkrak dan kualitas proyek yang tidak sesuai spesifikasi di daerah, belum lagi persoalan manajemen ASN yang belum profesional. Kerap ditemukan pergantian pejabat atau rotasi/mutasi pegawai tanpa melalui prosedur yang benar. Demikian juga dengan tingkat kedisiplinan pegawai yang masih rendah dengan tingkat kehadiran yang minim dan juga kepatuhan pejabat daerah. Kerapkali publik mengadukan pejabat daerah tidak berada di tempat, karena lebih banyak berada di Jakarta atau kota Iain.
“Data KPK juga menunjukkan sebagian besar pejabat eksekutif dan legislatif yang ada di wilayah kabupaten dan kota di PBD belum melaporkan LHKPN. Ketidakpatuhan ini menjadi catatan sendiri, karena mengindikasikan ketiadaan komitmen pejabat untuk bersikap transparan. Bisa jadi karena ada yang disembunyikan dari sumber-sumber kekayaan yang tidak wajar,” tandasnya.