Berita  

Rumah Sakit Sele Be Solu Sorong Minim Tempat Tidur, Pasien Terpaksa Pasang Infus Sambil Duduk

Rumah Sakit Sele Be Solu merupakan satu-satunya rumah sakit umum daerah (RSUD) yang terbesar di Kota Sorong, Papua Barat Daya

Rumah Sakit Sele Be Solu merupakan satu-satunya rumah sakit umum daerah (RSUD) yang terbesar di Kota Sorong, Papua Barat Daya.

Mirisnya, meskipun merupakan rumah sakit terbesar di Kota Sorong, namun ternyata RS Sele Be Solu Sorong minim fasilitas tempat tidur, ruang rawat inap dan juga dokter umum.

Seperti yang terlihat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Sele Be Solu, dimana beberapa pasien terpaksa hanya bisa duduk di kursi dengan selang infus terpasang, lantaran 10 tempat tidur yang ada di IGD semuanya sudah full terisi. Puluhan pasien juga masih ditaruh dan dirawat di IGD, karena ruangan rawat inap yang ada di rumah sakit tersebut juga sudah full terisi.

Menindaklanjuti persoalan yang ada di RS Sele Be Solu Sorong, Anggota Komisi 1 DPRD Kota Sorong serta Kepala Dinas Kesehatan Kota Sorong langsung melakukan kunjungan kerja ke RS Sele Be Solu Sorong, Rabu (17/5).

Ketua Komisi 1 DPRD Kota Sorong H Muhammad Taslim mengatakan, tujuan kunjungannya ke RS Sele Be Solu yaitu terkait dengan pengaduan masyarakat bahwa ada pasien gawat darurat yang tidak dilayani dengan baik oleh oknum dokter.

“Kami kesini juga untuk menanyakan langsung mengenai antrian online untuk pasien rawat jalan, yang pelayanannya dinilai masyarakat sangat lama sekali. Dan juga mengenai minimnya fasilitas tempat tidur di UGD dan ketersediaan dokter,” ungkap Ketua Komisi 1 DPRD Kota Sorong.

Menurut Taslim, sehubungan dengan persoalan yang ada di RS Sele Be Solu Sorong, maka Penjabat Wali Kota Sorong dan juga Penjabat Gubernur Papua Barat Daya harus bisa mengambil langkah cepat untuk mengatasi hal ini.

“Rumah sakit sele be solu sekarang menjadi rumah sakit kota sorong dan juga rumah sakit provinsi. Dimana berdasarkan keterangan dari direktur rumah sakit, masyarakat yang datang berobat cukup padat yaitu 200 sampai 250 orang perhari. Padahal fasilitas disini khususnya tempat tidur dan juga ketersediaan dokter masih minim. Kami akan terus koordinasi baik dengan Pj Walikota Sorong maupun Pj Gubernur Papua Barat Daya, untuk mengambil langkah cepat mengatasi masalah ini,” tegasnya.

Ketua Komisi 1 DPRD Kota Sorong ini juga menyoroti soal kondisi IGD RS Sele Be Solu dengan keterbatasan tempat tidur. Katanya, sesuai perintah Undang-undang bahwa fasilitas kesehatan maupun dokter itu tidak bisa menolak pasien. Kalau pasien ditolak, maka pihak rumah sakit bisa dapat pidana.

“Kita lihat tadi itu di IGD ada tiga pasien sampai rela diobati seperti itu duduk di kursi, karena tidak ada tempat tidur. Ini masalah kemanusiaan yang mendesak untuk diselesaikan,” tandasnya.

Lanjutnya, setelah dilakukan pertemuan dengan direktur dan management rumah sakit, ternyata masalah yang masih belum terselesaikan juga adalah mengenai insentif dari para dokter.

“Kami tadi sudah bertemu dengan direktur dan management rumah sakit, dimana mereka sudah menjelaskan terkait persoalan yang ada di rumah sakit ini. Ini masalah yang harus segera dicarikan solusi dan jalan keluar,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur RS Sele Be Solu drg Susi P. Djitmau mengakui, untuk fasilitas tempat tidur di IGD saat ini memang hanya ada 10. Sementara jumlah pasien rawat inap yang datang berobat, sekitar 200 sampai 250 orang perhari.

“Saat ini di IGD kurang lebih ada 10 tempat tidur. Dalam peraturan, jarak antara tempat tidur harus diatur dalam sebuah gedung. Tapi gedung IGD saat ini cukup dengan jumlah 10 tempat tidur,” bebernya.

Dijelaskannya, rumah sakit merupakan faskes tingkat lanjut atau rujukan. Harusnya di IGD dengan jumlah tempat tidur 10 unit, rata-rata kebutuhan dokter umum harusnya 9 orang. Tapi fakta yang ada saat ini, dokter IGD hanya ada 3 orang.

“Upaya kami untuk menambah enam orang dokter umum untuk melayani di IGD, yaitu kami menggunakan dana BLUD untuk sewa dokter mitra,” jelasnya.

Mengingat kondisi IGD yang hanya bisa menampung 10 tempat tidur, sambungnya, seharusnya pihaknya menolak pasien karena tempat tidur tindakan penuh.

“Tetapi karena alasan kemanusiaan, sebisanya kalau pasien itu masih bisa duduk kami akan upayakan pasang infus di tempat duduk. Tapi kalau kondisi pasien tidak bisa duduk, terpaksa kami harus rujuk. Kami bersyukur karena hari ini dari Komisi 1 meninjau kesini, beginilah keadaan kami di RS Sele Be Solu,” tandasnya.

Dirindukan Direktur, RS Sele Be Solu saat ini mempunyai dokter umum kurang lebih 7 orang. Dari 7 dokter umu tersebut, mereka ada yang tanggung jawab ditranfusi darah, ada yang bertugas di pengklaiman dan ada yang bertugas di PPI untuk pencegahan infeksi.

Kemudian mengenai masalah antrian online, tambahnya, saat ini management rumah sakit sedang berproses. Katanya, Kemenkes sudah memberikan sistem informasi rumah sakit yang versi 2 dimana pihaknya sedang memindahkan data dari sistem informasi versi 1 ke versi 2 dan juga pihaknya juga sedang menyediakan fasilitas komputer.

“Target kami bulan mei sudah ada pengadaan komputer, lalu kami lanjut untuk implementasinya. Mengenai masalah insentif dokter, kami sudah membahas hal tersebut dengan pemilik rumah sakit. Mudah-mudahan bisa segera diproses,” pungkasnya.

Writer: IriantiEditor: Irianti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *