Dalam rangka mempersiapkan proses penyusunan laporan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) tahun 2024, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta UN Women Indonesia menggelar Workshop Penyusunan Laporan Pelaksanaan RAN P3AKS Tahun 2024 di Provinsi Papua Barat Daya, yang berlangsung di Hotel Swissbel Sorong, Kamis (30/1/2025).
Pantauan BalleoNews, Workshop Penyusunan Laporan Pelaksanaan RAN P3AKS Tahun 2024 di Provinsi Papua Barat Daya tampak dihadiri Asisten Deputi Penanganan Pasca Konflik Sosial Kementerian Koordinator Bidang PMK, Asdep Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat Daya Beatriks Msiren dan juga LSM yang ada di Sorong, Manokwari dan Jayapura.
Analis Kebijakan Ahli Madya Penanganan Konflik Sosial Kemenko PMK La Ode Muhammad Thalib mengatakan, dalam rangka pengumpulan data, Pokja P3AKS dengan tim konsultan UN Women Indonesia bermaksud menyelenggarakan rangkaian FGD dan penggalian data lapangan untuk berkonsultasi dengan berbagai pihak terkait guna memperkaya penyusunan laporan ini.
Dijelaskannya, konflik membawa dampak yang serius dan mendalam serta memberikan dampak yang tidak proporsional kepada perempuan dan anak.
Menurut La Ode, peningkatan resiko kekerasan berbasis gender, menjadi salah satu dampak nyata konflik. Selain dampak-dampak sosial ekonomi seperti terganggungnya akses dan layanan pendidikan dan kesehatan, keamanan pangan hingga gangguan terhadap ekonomi perempuan.
Disisi yang lain, kata La Ode, peran perempuan dalam upaya pencegahan dan rekonsiliasi konflik juga sering tidak cukup diapresiasi. Bahkan walaupun perempuan juga memainkan peran sebagai pembuka ruang perjumpaan dan menginisiasi pemulihan pasca konflik, peran-peran ini seringkali tersembunyi dan tidak cukup mendapatkan pengakuan.

“Kegiatan ini sebenarnya tindak lanjut dari resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325 tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan,” ungkap Analis Kebijakan Ahli Madya Penanganan Konflik Sosial Kemenko PMK kepada media ini disela-sela kegiatan.
Menurut La Ode, semua negara termasuk Indonesia direkomendasikan perlu menyusun program atau kegiatan yang bisa mengurangi dampak konflik itu sendiri. Karena ketika konflik terjadi, yang paling tersasar itu adalah perempuan.
Lanjutnya, Pemerintah Indonesia sudah membuat Rencana Aksi Nasional P3AKS. Oleh karena itu, melalui kegiatan workshop ini, pihaknya ingin memastikan bahwa Provinsi Papua Barat Daya apakah sudah melaksanakan program itu.
“Kalau sudah, maka kita mau sinkronkan sejauh mana Rencana Aksi Nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sejalan dengan Pemerintah Daerah. Sekaligus juga ini menjadi evaluasi kami untuk penyusunan Rencana Aksi Nasional di tahun 2025,” bebernya.
La Ode juga menjelaskan, ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya konflik. Yaitu pencegahan sebelum terjadi konflik, penanganan dan pemberdayaan serta proses pemulihan dengan melibatkan kaum perempuan.
Hal ini, sambungnya, perlu dilakukan agar perempuan tidak hanya sekedar menjadi objek dari kekerasan itu. Akan tetapi perempuan juga bisa berperan lebih dari itu dalam konflik. Karena konflik kalau tidak ditangani secara bersama, maka tidak akan bisa selesai.
“Dengan adanya workshop ini kita berharap konflik di Provinsi Papua Barat Daya umumnya bisa semakin menurun. Kalaupun terjadi, kita bisa meminimalisir dampaknya. Karena dampak konflik bukan saja bersifat tahunan, namun bisa sampai puluhan tahun. Bahkan traumanya itu makin mendalam. Memang potensi konflik pasti ada, tapi dengan adanya kegiatan ini diharapkan bisa mencegah dan meminimalisir dampaknya,” tegasnya.
Ditambahkannya, dengan dilaksanakannya workshop ini juga diharapkan kebijakan Pemerintah Pusat bisa sampai ke tingkat daerah.
“Kita berharap di tingkat daerah juga ada membentuk tim atau pokja dan ada pelaksanaan rencana aksi daerah, sehingga sinkron dengan rencana aksi nasional,” tandasnya.