Berita  

Peta Blok Berau di Kamuflase Dalam Dokumen AMDAL, Masyarakat Immeko Tuntut Ganti Rugi Dari SKK Migas

Selama 25 tahun lamanya minyak dan gas bumi di wilayah Immeko, Kabupaten Sorong Selatan, di explorasi secara besar-besaran. Hal ini berakibat rusaknya hutan yang berisi ribuan pohon sagu yang menjadi makanan pokok masyarakat Immeko.

Walaupun menjadi daerah penghasil, namun masyarakat di wilayah tersebut mengaku sama sekali tidak merasakan dampak apapun dari adanya explorasi minyak dan gas (Migas) di wilayah mereka.

Oleh karena itu, masyarakat Suku Imekko meminta ganti rugi kepada Pemerintah, karena merasa tertipu puluhan tahun akibat ekplorasi Migas di wilayahnya.

Selain itu, masyarakat pemilik hak ulayat Suku Imekko juga merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah Provinsi Papua Barat Daya yang langsung mengambil keputusan terkait penutupan kasus Migas di Inanwatan, Kabupaten Sorong Selatan.

Silfester Stevanus Aimar Koordinator Masyarakat Adat Suku Immeko mengatakan, pada tahun 1980an PT Conoco melakukan explorasi di wilayah Immeko yang masuk Blok 08 Kabupaten Sorong atau Blok Berau.

Ketika proses explorasi, katanya, PT Conoco saat itu hanya mendapatkan gas dan tidak mendapatkan minyak. Namun karena pasaran gas saat itu belum ada, maka PT Conoco tidak melanjutkan proses explorasi dan kembalikan area.

“Akibat ekplorasi di Blok 08 Kabupaten Sorong atau Blok Berau, maka wilayah kami mengalami kerusakan yang sangat fatal. Kami punya hutan sagu rusak semua,” ujar Silfester saat ditemui awak media di Kota Sorong, Senin (7/5/2025).

Silfester menyatakan, masalah ini pernah digugat sampai sidang di Pengadilan Negeri Sorong, Jayapura bahkan sampai di Mahkamah Agung. Namun dalam gugatan tersebut masyarakat adat kalah, padahal mereka benar tapi tetap dinyatakan salah.

Lanjutnya, BP Migas saat itu membuat kesalahan dengan mengorbankan masyarakat adat Immeko. BP Migas dinilai menggelapkan Blok Berau dan dipindahkan semua ke Bintuni. Dimana Blok Berau dipindahkan ke Bintuni, dengan cara kamuflase di dokumen AMDAL yang disosialisasikan tahun 2001 dan disahkan tahun 2003.

“Hak kami masyarakat adat adalah mendapat kompensasi sebagai daerah penghasil. Karena kami juga tidak diakui sebagai daerah penghasil. Mereka pindahkan Blok Berau yang ada di Immeko ke Bintuni hanya untuk menghindari Undang-undang,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan Silfester, BP Migas juga tidak mengakui explorasi yang pernah dilakukan di darat. Mereka bahkan menyebut bahwa explorasi dilakukan dilaut, padahal yang sebenarnya explorasi dilakukan didarat yang mengakibatkan hutan sagu milik masyarakat adat rusak.

“Kalau BP Migas benar, harusnya peta dalam dokumen AMDAL sama dengan peta disaat explorasi,” imbuhnya.

Ditegaskan Silfester, selama 25 tahun masyarakat adat Immeko merasa ditipu terkait explorasi Migas. Oleh karena itu, masyarakat adat terus memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka tanpa bantuan Pemerintah.

Ditegaskannya, langkah selanjutnya yang akan dilakukan yaitu masyarakat adat akan kembali menempuh jalur hukum.

“Tuntutan kami adalah SKK Migas ganti rugi semua kerusakan yang terjadi di wilayah kami, seperti yang mereka lakukan ke Bintuni. Kami mau apa yang mereka lakukan di Lapangan Weriagar Bintuni, ke kami juga harus sama. Kalian tipu kami 25 tahun, maka bayar denda,” tegasnya.

“Mereka kemarin berdasarkan SK Gubernur Papua Barat bayar kompensasi adat atau uang ketuk pintu di Lapangan Weriagar Bintuni sebesar Rp 60 miliar. Padahal Weriagar punya cadangan gas terbukti hasil sertifikasi 1,0 triliun kubik vit gas. Kami punya cadangan gas 10,3 triliun kubik vit gas x 60 miliar tambah bayar denda tipu selama 25 tahun. Gubernur Papua Barat Daya harus keluarkan SK supaya bayar kami. Yang kami minta adalah hak-hak adat dibayar,” pinta Silfester mewakili masyarakat adat Immeko.

Sementara itu, Arfan Foretoka selaku Kuasa Hukum Masyarakat Adat Immeko mengatakan, dirinya siap mendampingi masyarakat adat Immeko untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka ke ranah hukum.

“Kita juga akan menyurat ke Gubernur Papua Barat Daya untuk membahas persoalan ini. Mengingat cadangan Migas di Kabupaten Sorong Selatan sangat besar. Kalau bisa datangkan ahli Migas untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Kami juga sudah sangat siap menyiapkan langkah hukum, karena kita punya data lengkap,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *