Berita  

Keluarga Almarhum Wilson Reynold Jumame Siap Ajukan Banding dan Buat Laporan Polisi

Keluarga almarhum Wilson Reynold Jumane dalam hal ini Meyland Makalisang beserta anak-anaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT), menyusul adanya putusan dari Pengadilan Negeri Sorong terkait sengketa kepemilikan STIE Bukit Zaitun.

Selain mengajukan banding, Meyland Makalisang juga membuat laporan polisi terkait adanya dugaan bukti-bukti palsu yang diajukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sorong beberapa waktu lalu.

Iriani, SH, MH selaku Kuasa Hukum dari almarhum Wilson Reynold Jumame, Meyland Makalisang dan anak-anaknya mengatakan, putusan Pengadilan Negeri Sorong yang memenangkan Naomi Kara-Kara dan keluarga mantan Walikota Sorong almarhum Drs JA Jumame selaku pihak penggugat belum final dan tidak bisa dikatakan sebagai titik akhir.

“Ini belum final, kami selaku kuasa hukum pihak tergugat akan melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi. Memori banding telah kami siapkan,” ungkap Iriani kepada awak media, Senin (20/1/2025).

Menurut Iriani, putusan Majelis Hakim di PN Sorong dalam perkara ini memiliki banyak kelemahan. Diantaranya tidak mempertimbangkan fakta yang dihadirkan pada persidangan dan hanya berpedoman pada surat kuasa yang diduga palsu.

Sidang sengketa kepemilikan STIE Bukit Zaitun, sambungnya, sebenarnya sudah dilakukan sebanyak 3 kali di Pengadilan Negeri Sorong.

Dimana dalam sidang pertama dan kedua, Majelis Hakim tidak berani mengambil keputusan dan dinyatakan N O. Hanya pada sidang ketiga ini para penggugat melayangkan adanya bukti baru berupa bukti surat kuasa, surat pernyataan dan kwitansi. Dimana yang bertanda tangan disitu Wilson Reynold Jumame.

“Bukti ini sudah disampaikan dalam persidangan bahwa surat-surat tersebut adalah palsu, tapi majelis hakim tidak pertimbangkan hal itu. Makanya kami buat laporan polisi terkait dugaan pemalsuan surat ke Polresta Sorong Kota,” ujarnya.

Dikatakan Iriani, dasar surat yang diduga palsu yang membuat Majelis Hakim memutuskan untuk memenangkan penggugat.

“Kami tidak bisa intervensi terlalu jauh..Makanya kami melakukan upaya banding, sambil proses pidana pemalsuan surat tetap berjalan. Jadi laporan polisi ini dengan pasal 263 KUHP ditujukan kepada penggugat yang menghadirkan surat tersebut ke pengadilan,” imbuhnya.

Pihaknya selaku tergugat, sambung Iriani,
sangat menyayangkan putusan yang dibuat Pengadilan Negeri Sorong. Hal ini dikarenakan dalam persidangan baik penggugat maupun tergugat sama-sama mengajukan saksi ahli, namun saksi ahli dari penggugat hanya beropini saja.

Diakuinya, saksi ahli dari tergugat sudah menjelaskan secara detail bahwa surat kuasa yang diajukan ke persidangan oleh para penggugat bersifat mutlak dan tidak dibenarkan oleh hukum dan diatur dalam PP Nomor 82.

“Misalnya pemberian kuasa, itu artinya pemberi kuasa tidak menjalankan tugasnya karena sakit atau tidak berada di tempat. Tapi kalau berada di tempat kemudian memberikan surat kuasa, kapasitasnya apa memberikan kuasa kepada anaknya. Surat kuasa dibuat tanggal dan bulan maju, nah dalam surat kuasa itu seolah-olah Reynold Jumame buat yayasan dan sudah ada,” bebernya.

Ironisnya, kata Iriani dalam surat yang diajukan penggugat bahwa dalam pembelian tanah Yayasan tahun 2002 adalah sebesar Rp 400 Juta. Namun pada kenyataannya, fakta sebenarnya didalam HGB adalah nilai pembelian tanah sebesar Rp 75 Juta.

“Kami disini mempertanyakan uang sejumlah Rp 400 juta pada tahun 2002 itu didapat darimana. Bahkan saat pembuatan HGB oleh Drs J A Jumame pada notaris Rum Roviani di Kampung Baru, kliennya ikut mendampingi tetapi tidak bisa berbicara apa-apa,” jelasnya.

“Jadi terlalu banyak rekayasa dan pembohongan. Tahun 2002 sebelum bentuk yayasan, klien kami Reynold Jumame sudah mulai membangun dan sudah jelas dalam UU yang mengatur tentang pembentukan yayasan. Dimana kekayaan yayasan terpisah dari kekayaan pribadi. Jadi kalau tanah mau digunakan, silahkan. Tapi kalau tidak termuat dalam AD/ART bahwa tanah tersebut dalam milik yayasan, maka tidak boleh klaim bahwa tanah tersebut milik yayasan. Apalagi ini sertifikat hak milik, bagaimana mau klaim sebagai milik atau aset yayasan,” tegasnya.

Disamping itu juga Iriani menegaskan , sebenarnya awal pendirian lokasi STIE Bukit Zaitun bukan di lokasi sekarang. Tetapi di belakang Yohan tepatnya di Worot Klademak III. Tapi karena lokasi tidak aman, maka untuk pengembangan kampus dan keamanan, kliennya Wilson Reynold Jumame mengijinkan dan memudahkan Yayasan STIE Bukit Zaitun diatas tanah dan bangunan di belakang Mega Mall pada tahun 2010.

Lokasi sekarang, bebernya, pada tahun 2012 lalu sebenarnya akan dibangun Rusunawa, yang merupakan bantuan pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat. Tetapi tidak bisa dibangun, karena kliennya Wilson Reynold Jumame diminta menghibahkan sertifikat tanah tersebut kepada yayasan. Tetapi Reynold Jumame tidak mau menghibahkan tanahnya.

“Klien kami Reynold Jumame tidak mau menghibahkan, karena dia sudah persiapkan untuk anak-anaknya dalam surat wasiatnya,” pungkasnya.

Lanjut Iriani, meskipun dibawah tangan, namun surat wasiat Reynold Jumame kepada anak-anaknya juga sudah jelas.

“Kalau mau ambil yayasan, silahkan. Tapi yayasan harus keluar dari tanah dan bangunan milik Reynold Jumame. Majelis hakim putuskan tanah bangunan harus ikut ke yayasan, ini kesalahan besar,” pungkasnya.

Writer: Irianti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *