Seleksi Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat Daya jalur pengangkatan mendapat sorotan dari berbagai kalangan masyarakat Kabupaten Raja Ampat.
Hal ini disebabkan karena salah satu nama calon anggota DPRP PBD perwakilan Kabupaten Raja Ampat yang direkomendasikan Lembaga Masyarakat Adat, diduga dihilangkan.
Salah satu calon anggota DPRP PBD jalur pengangkatan dari Kabupaten Raja Ampat Fatra Muhammad Soltief dengan tegas meminta kepada panitia seleksi DPRP PBD, untuk mengembalikan hak politiknya.
“Saya merasa keberatan dengan pengumuman yang dikeluarkan oleh Pansel Provinsi Papua Barat Daya. Nama saya tidak masuk dalam pengumuman tersebut, padahal berita acara yang dikeluarkan oleh kepala-kepala suku berdasarkan hasil tes tertulis nama saya direkomendasikan. Tapi ketika diumumkan Pansel PBD, nama saya tidak ada,” ungkap Fatra kepada wartawan, Sabtu (11/1/2025).
Fatra mengaku kecewa, lantaran namanya tidak dimasukan dalam pengumuman yang disampaikan oleh Pansel DPRP. Padahal, namanya direkomendasikan oleh dewan adat untuk masuk tahapan seleksi berikut.
Sebelumnya, kata Fatra, rekomendasi Dewan Adat di Raja Ampat sebanyak 13 orang calon anggota DPRP PBD. Sementara kuota raja ampat untuk direkomendasi hanya enam orang, dari 13 orang itu dilakukanlah seleksi tertulis oleh dewan adat. Sehingga muncul enam orang nama, salah satunya adalah dirinya sendiri.
“Waktu itu kita dikumpulkan di Hotel Vega, dan di seleksi ada 13 orang yang lolos dari raja ampat, harusnya kuota hanya enam orang. Kemudian kita dikumpulkan lagi dan dari pertemuan itu munculah usulan dari Kepala Suku Betkaf untuk dilakukan ujian tertulis. Hasil ujian tertulis itu adalah hasil akhir untuk direkomendasikan, dari enam orang tersebut nama saya masuk daftar perengkingan. Tapi pada saat diumumkan Pansel nama saya tidak masuk,” jelas Fatra.
Lanjutnya, nama-nama yang telah direkomendasikan Dewan Adat Raja Ampat saat itu sebelumya hendak diumumkan. Namun Pansel PBD beranggapan masih menunggu rekomendasi dewan adat dari Kabupaten Maybrat, agar diumumkan secara bersamaan.
Anehnya, setelah diumumkan justru namanya tidak masuk dalam daftar yang diumumkan.
Mengetahui hal itu, Fatra kemudian mengkonfirmasi ke Pansel PBD. Dimana dari hasil konfirmasi disebutkan bahwa namanya masih terdaftar dalam Silon Partai Politik. Terkait Silon Partai, ia pun mengakuinya, namun bagi Fatra soal verifikasi belum pada ranah rekomendasi dewan adat.
“Saya kemudian konfirmasi ke Pansel PBD dan mereka sampaikan nama saya terdaftar di Silon. Okelah tapi ini masih tahapan musyawarah adat. Artinya saya belum bisa digugurkan karena masih ranah dewan adat untuk memberikan rekomendasi, nanti setelah masuk tahapan enam besar barulah Pansel ambil alih untuk melakukan verifikasi, tes tertulis, wawancara, buat makalah dan melihat rekam jejak, itu yang harus dilakukan oleh Pansel Provinsi, karena dalam Juknis tidak ada verifikasi berkas oleh Dewan Adat,” jelas Fatra.
Ia juga mengkonfirmasi hal ini ke Ketua Dewan Adat Suku Maya Anis Arampere, dari hasil konfirmasi nama Fatra Muhammad Soltif-lah yang haruslah direkomendasikan.
“Ada juga kesaksian dari Ketua LMA Kaf, Bapak Herry Arfan. Jadi ketika beliau baca pengumuman itu beliau kaget dan menelpon saya, kenapa namamu yang direkomendasikan tapi orang lain yang diumumkan,” pungkasnya.
Fatra mengaku, jika namanya tidak dikembalikan oleh Pansel DPRP Papua Barat Daya, maka Ia akan melaporkan Pansel ke pihak kepolisian.
“Jika nama saya tidak dikembalikan, maka saya akan tempuh jalur hukum,” tegas Fatra.
Hingga berita ini ditayangkan belum mendapat tanggapan dari Panitia Seleksi Calon Anggota DPRP Papua Barat Daya, namun awak media ini akan berusaha meminta tanggapan Pansel PBD sehingga tidak menimbulkan simpang siur di public terkait kinerja Pansel. (*)