Kecewa, marah, sedih berkecamuk di hati ratusan karyawan PT Kawei Sejahtera Meaning (KSM).
Bagaimana tidak, sejak Januari 2025 tambang nikel yang terletak di Pulau Kawei, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya ini sudah tidak beroperasi.
Tidak beroperasinya PT KSM sejak Januari 2025, disebabkan lantaran ijin RAKB yang mereka urus di Kementerian ESDM tidak kunjung keluar.
Tidak hanya itu, kekecewaan dan emosi ratusan karyawan semakin memuncak lantaran beberapa hari lalu Pemerintah Pusat secara resmi mengumumkan akan mencabut IUP PT Kawei Sejahtera Meaning.
Buntut dari pencabutan IUP tersebut membuat ratusan karyawan PT Kawei Sejahtera Meaning dan juga masyarakat adat Suku Kawei melakukan aksi demo, bertempat di lokasi tambang PT Kawei Sejahtera Meaning, Pulau Kawei, Kabupaten Raja Ampat, Kamis (12/6/2025).

Dalam aksinya, ratusan karyawan PT KSM dan juga masyarakat adat Suku Kawei menuntut dan mendesak agar Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengembalikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT KSM. Karena jika tidak dikembalikan, maka 385 karyawan yang bekerja di PT KSM akan menjadi pengangguran.
Masyarakat adat Suku Kawei Vonny Ayelo mengatakan, Suku Kawei adalah pemilik hak ulayat wilayah Pulau Kawei dan sekitarnya yang meliputi Pulau Waigeo Barat sampai dengan Kepulauan Wayag.
“Kami Suku Kawei selaku pemilik hak ulayat sudah memberikan hak penuh pengelolaan Pulau Kawei kepada salah satu anak adat yaitu bapak almarhum Daniel Daat yang pada saat itu merupakan Kepala Suku Kawei dan juga pendiri perusahaan PT Kawei Sejahtera Meaning yang bergerak dibidang pertambangan,” ungkapnya.
Lanjut Vonny, masyarakat adat Suku Kawei juga mendukung penuh kegiatan pertambangan nikel oleh PT Kawei Sejahtera Meaning di Pulau Kawei, untuk peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat dan kedaulatan wilayah adat Suku Kawei.
“Kami masyarakat Suku Kawei juga terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan. Kami direkrut sebagai tenaga kerja, pengadaan bahan makanan seperti ikan dan sayur juga diambil dari masyarakat Suku Kawei. Kami juga terlibat dalam pengawasan lingkungan dan menjaga keamanan wilayah,” ujarnya.
Vonny Ayelo juga membeberkan, banyak manfaat yang diberikan perusahaan kepada warga masyarakat. Diantaranya kompensasi adat atas hasil penambangan yang diberikan setiap bulan kepada masing-masing kepala keluarga termasuk masyarakat adat Suku Kawei.
“Anak-anak adat kami yang kuliah juga dapat dukungan beasiswa penuh dari perusahaan. Masyarakat di kampung-kampung wilayah desa lingkar tambang juga dapat pelayanan kesehatan, biaya pengobatan masyarakat sepenuhnya ditanggung perusahaan,” beber Vonny.
Selain itu, Vonny juga menyatakan, PT KSM juga melakukan peningkatan sarana infrastruktur fasilitas umum berupa renovasi bangunan sekolah, bangunan puskesmas pembantu dan penyediaan listrik di kampung.
“Pihak perusahaan juga memberikan bantuan material dan dana untuk setiap kegiataan keagamaan di kampung-kampung wilayah desa lingkar tambang,” ujarnya.
Warga Kampung Selpele Petrus Burdam mengatakan, tambang nikel di tempat lain yang bermasalah tapi yang kena imbas kenapa PT KSM.
“Mereka edit seakan-akan Wayag dekat dengan Kampung Selpele dan hancur, padahal itu tidak benar. Kami masyarakat asli dari Kampung Selpele, bukan tiruan. Ijin PT KSM dikembalikan baru buka palang di Pulau Wayag,” tegas Petrus.
Sementara itu, Urbanus karyawan PT Kawei Sejahtera Meaning mengatakan, orang-orang yang bekerja di PT KSM kebanyakan adalah anak asli Papua.
Menurut Urbanus, yang bekerja di PT KSM kebanyakan anak asli papua. Hanya dengan membawa KTP dan kartu keluarga, kata Urbanus, mereka sudah bisa langsung diterima bekerja.
“Kalau ditempat lain itu kami susah dapat kerja. Disini biar yang tidak sekolah lagi, tapi perusahaan tetap terima kami anak papua bekerja disini. Kami cuma datang bawa KTP sama kartu keluarga saja langsung diterima kerja,” bebernya.
Mewakili ratusan karyawan PT KSM lainnya, Urbanus meminta agar Pemerintah Pusat bisa memperhatikan mereka yang bekerja di PT KSM.
“Tolong perhatikan kami rakyat kecil yang ada dibawah. Kalau perusahaan ini tutup, kami karyawan begini banyak mau dikemanakan. Kalau setiap hari kami diinjak, kami mau jadi apa. Masa kami kelaparan di tanah kami sendiri. Pemerintah jangan hanya lihat keatas dan kedepan, tapi lihat kebawah juga,” harap Urbanus.