Peristiwa bentrok antar warga yang terjadi di kompleks Kampung Uka, Kampung Baru, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu (15/2/2025) hingga menewaskan seorang mahasiswa dengan inisial WES (21), hingga kini masih menyisahkan luka yang mendalam bagi keluarga dan sanak saudara.
Bagaimana tidak, korban yang saat kejadian sedang nongkrong bersama teman-temannya di pangkalan ojek, harus meregang nyawa akibat diserang dengan menggunakan senjata tajam (sajam) oleh sekelompok orang tak dikenal.
Salomina Ronggamusi Watori yang merupakan Ibu korban mengaku, merasa sangat terpukul lantaran harus kehilangan putra satu-satunya akibat bentrokan antar warga.
“Almarhum ini anak kelima, anak bungsu dari lima bersaudara. Dia satu-satunya anak laki-laki saya,” ungkap Salomina saat ditemui awak media di kediamannya, Kamis (20/2/2025).
Diceritakan Salomina, WES merupakan anak yang paling baik dan sehari-hari pintar bergaul dengan siapa saja, tidak heran jika WES memiliki banyak teman. WES sendiri diketahui merupakan salah satu mahasiswa semester akhir di salah satu Universitas yang ada di Kota Sorong.
“Anak ini suka bergaul, makanya punya banyak teman. Setiap hari dia di rumah saja, keluar juga hanya saat kuliah atau di ajak temannya,” ujar ibu korban.
Selain itu, Salomina juga mengatakan kalau korban (anaknya) tidak pernah mengkonsumsi minuman keras (miras). Makanya ketika ada berita yang mengatakan saat kejadian anaknya sedang mabuk, langsung dibantah keras oleh Salomina.
“Tidak benar kalau ada yang bilang saat kejadian itu dia (korban) mabuk. Karena hari sabtu itu dari pagi sampe sore anak ini dirumah, hanya keluar sore dengan kakaknya untuk beli ayam,” tegasnya.
Salomina juga menceritakan, korban sempat meminta ayahnya untuk memasak nasi. Sementara korban sendiri marinasi ayam, untuk selanjutnya digoreng buat makan malam.
“Setelah makan malam, dia minta ijin untuk nongkrong dengan teman-temannya di pangkalan ojek depan kompleks,” bebernya.
Menurut Salomina, dirinya sempat melarang anaknya duduk nongkrong di pangkalan ojek lantaran adanya keributan dan aksi saling serang antar warga. Namun korban mengatakan, kalau itu adalah permasalahan orang lain.
“Bapaknya juga sudah telepon dia (korban) dan menyuruh pulang, tapi dia bilang saya duduk-duduk saja karena ini bukan masalah kita, itu orang di jalan sembarang yang punya masalah,” cerita Salomina.
Salomina mengaku, mengetahui anaknya telah meninggal dunia akibat menjadi korban penyerangan sekitar pukul 23.30 WIT.
“Saya tahu dia meninggal karena kena tikam dari alat tajam. Waktu itu massa datang serang bawa alat tajam, anak-anak yang duduk disitu kemudian lari dan dia (korban) juga ikut lari. Saat lari dia jatuh dan kena tikam pakai alat tajam itu,” imbuhnya.
Salomina berharap, para pelaku yang telah mengakibatkan anaknya meninggal dunia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Kepala Forum Lintas Suku Orang asli Papua Sorong Raya Yeheskiel Garfi menambahkan, pihaknya akan mengkawal kasus tersebut hingga mendapat kepastian hukum.
“Kami ikuti prosesnya dan bersama keluarga korban akan kawal sampai pelaku di sidang di pengadilan,” tandasnya.
Yeheskiel mengaku, korban merupakan anak yang baik dan tidak mengkonsumsi minuman keras.
“Korban kami tahu dia tidak tahu minum minuman keras, dia anak yang ramah dan saya tahu persis korban ini karena saya tinggal di lingkungan yang sama. Jadi saya minta terkait informasi liar diluar sana tentang korban yang katanya dia mabuk saat kejadian itu, itu tidak benar,” paparnya.
Yeheskiel juga berharap, Pemerintah Kota Sorong melihat kembali regulasi terkait penjualan minuman keras di Kota Sorong. Sebab, kata Yeheskiel miras adalah dalang dari kekacauan di Kota Sorong.