Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Sorong Jemima Elisabeth Windesi Lobat mengatakan, jumlah angka stunting di Kota Sorong hingga September 2024 terus mengalami peningkatan.
“Khusus untuk Kota Sorong periode Juli sampai dengan September 2024, jumlah bayi balita stunting ada 527 anak. Jumlah tersebut tersebar di 10 distrik,” ungkap Sekdis Pengendalian Penduduk dan KB Kota Sorong usai Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Sorong Tahun 2024, yang berlangsung di Gedung LJ Kompleks Kantor Walikota Sorong, Selasa (8/10/2024).
Dirincikan Jemima, berdasarkan data stunting Kota Sorong per tanggal 30 September 2024, jumlah bayi balita stunting yang terdaftar di Puskesmas Dum sebanyak 43 anak atau 12,95 persen. Kemudian Puskesmas Tanjung Kasuari sebanyak 29 anak atau 6,28 persen, Puskesmas Sorong Barat 23 anak atau 2,29 persen, Puskesmas Malawei 96 anak atau 8,75 persen, Puskesmas Sorong 66 anak atau 7,76 persen, Puskesmas Remu 54 anak atau 3,62 persen, Puskesmas Malaimsimsa 71 anak atau 13,25 persen, Puskesmas Malanu 88 anak atau 11,30 persen, Puskesmas Klasaman 41 anak atau 6,08 persen dan Puskesmas Sorong Timur 16 anak atau 5,48 persen.

“Untuk mengevaluasi seluruh pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaksanakan ataupun di intervensi di masing-masing dinas, badan ataupun kantor yang ada di lingkup Pemerintah Kota Sorong dalam rangka upaya untuk menurunkan prevalensi stunting di Kota Sorong, kami menggelar rapat koordinasi ini,” ujar Jemima.
Menurut Jemima, rapat koordinasi tim percepatan penurunan stunting di Kota Sorong yang dihadiri Kepala Distrik, Kepala Kelurahan, Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, Forkopimda, organisasi profesi, akademisi dan organisasi wanita bertujuan untuk membahas terkait langkah kongkrit yang akan dilakukan sebagai upaya untuk mencegah dan menurunkan angka stunting di Kota Sorong.
“Dalam rapat koordinasi ini juga hadir narasumber dari Kementerian Dalam Negeri Ditjen Bangda, yang membahas terkait perkembangan dan segala upaya pelaksanaan kegiatan intervensi yang dibuat oleh Pemerintah Kota Sorong dalam rangka upaya pencegahan stunting,” tegasnya.
Berdasarkan pemaparan dari Ditjen Bangda Kemendagri, sambungnya, maka ada kasus stunting di Kota Sorong yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama dan harus ditangani dengan cepat.
“Dari hasil web atau aplikasi yang kita pakai selama ini untuk menilai semua pelaksanaan delapan aksi konvergensi, Kota Sorong terdapat kasus-kasus stunting dan perlu penanganan atau pencegahan. Baik melalui intervensi spesifik maupun sensitif,” paparnya.
Kasus-kasus ini, kata Jemima, selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh tim audit kasus stunting yang terdiri dari tim pakar yaitu dokter spesialis, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, ahli gizi, ahli psikolog yang didukung oleh tim teknis yaitu kepala puskesmas, bidan, petugas gizi dan juga petugas-petugas kesehatan lainnya.
“Strategi untuk kita menurunkan angka stunting yang tinggi di Kota Sorong adalah dengan membangun koordinasi dan kolaborasi dengan semua pihak. Namun yang terpenting disini adalah peran orang tua juga masyarakat yang ada di sekitarnya. Sehingga dengan adanya kolaborasi atau kerjasama yang baik, harapan kami di tahun 2025 jumlah anak stunting yang masih tinggi di Kota Sorong dapat berkurang,” pungkasnya.