Kuasa Hukum KPU Papua Barat Daya Pieter Ell menegaskan, dalam penetapan calon Gubernur-Wakil Gubernur Papua Barat Daya pada 22 September 2024 mendatang, KPU Provinsi Papua Barat Daya akan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011.
Pieter menjelaskan, berdasarkan salinan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011 bahwa dalam hal pertimbangan MRP menyatakan calon tidak memenuhi persyaratan Orang Asli Papua, maka KPU Provinsi menyatakan persyaratan Orang Asli Papua memenuhi syarat apabila terdapat pertimbangan dan atau pengakuan suku asli Papua yang menyatakan penerimaan dan pengakuan atas nama calon.
“Ini merupakan dua kewenangan yang berbeda antara MRP dan KPU. KPU juga tidak bisa mengintervensi kewenangan MRP,” ungkap Kuasa Hukum KPU Papua Barat Daya saat memberikan keterangan pers, di Kantor KPU PBD, Rabu (18/9/2024).
Lanjut Pieter, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011 halaman 62 menegaskan, MRP bukanlah kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat supra dan membawahi berbagai masyarakat hukum adat di Provinsi Papua.
MRP, sambungnya, hanyalah suatu lembaga politik atau lembaga pemerintahan yang lahir berdasarkan ketentuan Undang-undang yang fungsinya mewakili sebagian masyarakat hukum adat, wakil agama dan wakil perempuan yang ada di Provinsi Papua.
Tidak hanya itu, kata Pieter, perlindungan konstitusional yang diberikan Mahkamah Konstitusi atas hak tradisional suatu masyarakat hukum adat untuk dapat menerima orang luar sebagai anggotanya berdasarkan kriteria dan mekanisme dari kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan, adalah sejalan dengan semangat otonomi khusus Provinsi Papua yang menjamin pengakuan atas keberadaan suku-suku asli Papua beserta hak-hak tradisionalnya.
“Itu kata-kata kutipan dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Kalau ada yang tidak puas, silahkan langsung tanya ke MK di Medan Merdeka Barat, Jakarta,” tegasnya.
Kuasa Hukum KPU PBD juga menjelaskan, berdasarkan kutipan putusan Mahkamah Konstitusi halaman 64 bahwa hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat mengenai kriteria, mekanisme dan prosedur seseorang untuk menjadi anggota kesatuan masyarakat hukum adat haruslah didasarkan pada ketentuan internal dari kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan dan bukan atas keputusan MRP.
“Putusan MK adalah yang tertinggi, setelah putusan MK tidak ada lagi. Diatas putusan MK cuma Tuhan, tidak ada lagi. KPU memedomani putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29 tahun 2011,” pungkasnya.