Sorong – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat berinisial YS dilaporkan ke Polda Papua Barat Daya, atas dugaan tindakan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan sebut saja Melati (bukan nama sebenarnya) yang masih berusia 18 tahun.
Laporan tersebut disampaikan langsung oleh kuasa hukum korban dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Kasih Indah Papua, Rabu (5/11/2025).
Kuasa hukum korban, Yance Dasnarebo mengatakan, laporan tersebut dibuat setelah pihaknya menerima pengaduan dari keluarga korban terkait dugaan kekerasan seksual yang diduga terjadi di kediaman Sekda Raja Ampat yang terletak di kawasan Harapan Indah Kilometer 12, Kota Sorong.
“Tadi malam secara resmi kami telah melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke Polda Papua Barat Daya. Laporan sudah kami sampaikan, sehingga hari ini kami menjelaskan secara kronologis dasar pelaporan ini,” ujar Yance kepada awak media, Kamis (6/11/2025).
Menurut Yance, kejadian diduga terjadi pada 21 September 2025 ketika korban diminta masuk ke dalam kamar untuk memijat kaki YS. Saat itu, YS kemudian diduga membuka celana dan memaksa korban untuk menyentuh bagian sensitif tubuhnya. YS juga diduga melakukan tindakan tidak senonoh lainnya terhadap korban.
“Korban awalnya menyimpan kejadian ini karena merasa malu dan trauma. Namun akhirnya korban menceritakan kepada keluarga, sehingga proses hukum kami tempuh,” jelasnya.
Ia menegaskan, laporan ini murni tindak pidana dan tidak berkaitan dengan kepentingan politik.
Hal senada disampaikan anggota tim kuasa hukum lainnya, Lutfi Solossa. Ia menambahkan bahwa laporan dilakukan berdasarkan pasal 289 KUHP serta Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara.
“Kami akan mengawal kasus ini sampai proses persidangan di Pengadilan Negeri Sorong. Kami mendesak Polda Papua Barat Daya untuk segera memanggil terlapor dan memproses laporan ini sesuai ketentuan hukum,” tegas Lutfi.
Selain kuasa hukum, proses pelaporan turut didampingi aktivis perempuan, keluarga korban, dan perwakilan tokoh adat.
Kepala Suku Besar Byak Papua Barat Daya, Hengky Korwa menegaskan bahwa kasus ini harus diproses secara terbuka dan adil.
“Masalah ini harus ditindaklanjuti dan diselesaikan setuntas-tuntasnya sesuai hukum yang berlaku. Di mata hukum, semua masyarakat sama,” ujarnya.
Sementara itu, aktivis perempuan Papua, Nova Sroer mengutuk dugaan tindakan yang dilakukan oleh oknum pejabat tersebut.
“Ini perbuatan yang melanggar moral dan etika. Kami perempuan Papua meminta proses hukum berjalan cepat tanpa adanya intervensi,” tegas Nova.
Perwakilan keluarga korban, Filep Imbir, juga meminta pihak kepolisian bekerja profesional dan menegaskan bahwa keluarga tidak menginginkan adanya upaya mediasi atau tekanan dari pihak mana pun.
“Jika ada pihak yang mencoba meredam kasus ini melalui lobi keluarga, kami akan menindak secara hukum adat,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Sekda Raja Ampat maupun Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Pihak Polda Papua Barat Daya juga belum memberikan pernyataan terkait tindak lanjut laporan tersebut.













