SORONG — Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya berkomitmen memperkuat peran masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan hutan melalui program perhutanan sosial. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, dalam keterangannya terkait arah kebijakan pengelolaan hutan di wilayah tersebut.
Julian Kelly menjelaskan, program perhutanan sosial bukan hanya soal pemanfaatan kawasan hutan, tetapi juga sebagai instrumen mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP) sebagai pemilik hutan. Melalui skema ini, masyarakat adat, kelompok tani hutan, dan komunitas lokal diberikan akses legal untuk mengelola hutan secara berkelanjutan.
“Kami punya peta kawasan perhutanan sosial yang sudah mendapat SK dari Menteri kurang lebih seluas 363.664,71 hektar. Ini potensi yang sangat besar. Hutan ini milik masyarakat adat, dan mereka harus menjadi pelaku utama dalam pengelolaannya,” ujar Julian Kelly saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, potensi lahan yang luas tersebut sangat mendukung pengembangan komoditas agroforestri bernilai ekonomi tinggi. Ia mencatat, Kementerian Pertanian telah membuka peluang dukungan penyediaan bibit seperti kelapa dalam, aren dan tanaman lainnya, apabila daerah memiliki lahan siap tanam.
“Dengan luas perhutanan sosial yang kita miliki, kita akan berkolaborasi dengan Dinas Pertanian. Kami akan menyurat Menteri Pertanian untuk meminta dukungan bibit, mungkin puluhan ribu bahkan ratusan ribu bibit kelapa dalam untuk ditanam. Papua Barat Daya bisa menjadi sentra produksi kelapa untuk kebutuhan ekspor, misalnya ke China,” ucapnya.
Selain kelapa, sejumlah kawasan juga diarahkan untuk pemberdayaan komoditas lain seperti nilam, terutama di Kabupaten Tambrauw.
Julian Kelly juga menyoroti peluang kesejahteraan melalui pendanaan iklim, terutama setelah terbitnya Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
Ia menyebut, luas perhutanan sosial yang dimiliki masyarakat berpeluang mendapatkan manfaat ekonomi dari pengelolaan karbon.
“Kita punya tutupan hutan yang masih sangat baik dan tingkat kerusakannya kecil. Ini modal besar untuk akses pendanaan berbasis karbon. Mungkin dua sampai tiga tahun ke depan, ketika mekanisme ini berjalan, masyarakat adat bisa benar-benar merasakan manfaat ekonominya,” jelasnya.
Namun, ia menegaskan perlunya kesiapan dokumen, prosedur dan standar tata kelola sesuai mekanisme Badan Pengelola Dana Lingkungan (BPDLH) sebelum pendanaan dapat diakses.
Kelly juga menekankan, pentingnya kecepatan dan responsivitas birokrasi dalam mendukung investasi di Papua Barat Daya .
Menurutnya, potensi besar seringkali tidak termanfaatkan maksimal ketika perizinan lambat atau persoalan lapangan tidak ditangani dengan baik.
“Jika ada masalah, kita harus bantu selesaikan, bukan malah membiarkan berlarut-larut. Kita ingin investasi yang baik, yang menguntungkan masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan, kebijakan kehutanan selaras dengan Undang-undang Provinsi Papua Barat Daya Nomor 29 Tahun 2022, yang menegaskan tujuan pembentukan provinsi untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama OAP.
“Kita ingin masyarakat adat hidup sejahtera dari hutan yang mereka jaga. Mereka dapat akses legal, pendampingan, ilmu dan hasil ekonomi. Disitulah letak pengangkatan harkat dan martabat orang asli Papua,” tegasnya.
Julian Kelly menyatakan, pihaknya terus membimbing dan mengarahkan kelompok perhutanan sosial di seluruh Papua Barat Daya untuk memastikan potensi hutan benar-benar menjadi sumber kesejahteraan.
“Mereka punya hutan terjaga, mereka sejahtera. Itu tujuan utama,” tutupnya.











