Breaking News
Berita  

Festival Tunas Bahasa Ibu 2025, Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah

Balai Bahasa Provinsi Papua menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Tanah Papua 2025, yang berlangsung di Hotel Vega Sorong, Selasa (21/10/2025).

Kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu menjadi salah satu langkah nyata, dalam upaya menjaga dan melestarikan bahasa daerah di Tanah Papua.

Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu yang diwakili Staf Ahli Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Keuangan (Ekubang) George Yarangga mengatakan, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya berkomitmen untuk terus mendorong upaya pelestarian bahasa daerah melalui peningkatan kesadaran masyarakat.

“Bahasa daerah bukan hanya sarana komunikasi, tetapi juga bagian penting dari identitas dan kebanggaan masyarakat Papua,” ujarnya.

Penyadaran akan khazanah bahasa dan budaya masyarakat, katanya, dapat dijadikan sebagai sumber daya pembangunan. Untuk itu, bahasa perlu didayagunakan bagi kepentingan masyarakat.

Ia menambahkan, bahasa daerah memiliki nilai strategis dalam memperkuat karakter bangsa dan menjadi jembatan penting bagi pembangunan sosial, ekonomi dan budaya. Pemerintah berharap kegiatan seperti Festival Tunas Bahasa Ibu dapat menjadi ruang edukasi dan apresiasi bagi generasi muda agar lebih mencintai bahasa ibu mereka.

Wali Kota Sorong Septinus Lobat turut memberikan dukungan terhadap pelaksanaan festival, yang diinisiasi oleh Balai Bahasa Provinsi Papua. Ia menilai kegiatan seperti ini sangat penting untuk menjaga eksistensi bahasa daerah agar tidak hilang ditelan zaman.

“Kegiatan seperti ini perlu terus mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan daerah, agar bahasa daerah tidak hilang ditelan zaman,” ungkapnya.

Septinus menambahkan, pelestarian bahasa daerah harus menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan dan masyarakat. Menurutnya, bahasa daerah tidak hanya memperkaya identitas budaya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai lokal yang menjadi fondasi karakter bangsa.

Ia berharap Festival Tunas Bahasa Ibu dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk terus menghidupkan kembali bahasa-bahasa yang hampir punah.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Papua Valentina Lovina Tanate menjelaskan, pelaksanaan perlindungan bahasa daerah dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pemetaan bahasa, kajian lintas, konservasi, revitalisasi dan dokumentasi.

“Festival Tunas Bahasa Ibu ini adalah bagian dari upaya revitalisasi bahasa daerah. Kami ingin generasi muda mencintai kembali bahasa ibunya, karena bahasa adalah identitas dan jati diri kita,” ujarnya.

Valentina menuturkan, Tanah Papua memiliki 428 bahasa daerah, jumlah terbanyak di Indonesia, bahkan kedua terbanyak di dunia setelah Papua Nugini. Namun di balik kekayaan tersebut, banyak bahasa daerah yang kini terancam punah karena minimnya penutur aktif.

Sejak tahun 2022, Balai Bahasa Provinsi Papua telah melakukan revitalisasi terhadap 15 bahasa daerah, dan diharapkan pemerintah daerah dapat melanjutkan upaya serupa. Tahun ini, festival menampilkan empat bahasa yang telah direvitalisasi, yakni Kimagima (Merauke), Tehit (Sorong Selatan), Yaur (Nabire), dan Maisahsi (Kaimana).

Apresiasi juga disampaikan oleh Kepala Bidang Fasilitasi dan Advokasi Bahasa dan Sastra, Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Adi Budiwiyanto.

Ia menilai, bahasa-bahasa di Tanah Papua merupakan harta karun yang luar biasa, bukan hanya bagi Papua tetapi juga bagi Indonesia. “Bahasa-bahasa di Papua sangat kaya. Namun pelestariannya belum sepenuhnya sesuai harapan karena jumlahnya sangat banyak, sementara sumber daya manusia dan anggaran masih terbatas,” ungkapnya.

Adi menegaskan, pelestarian bahasa daerah memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah pusat, daerah, komunitas, dan masyarakat penutur. Ia juga menyoroti pentingnya peran keluarga dalam menumbuhkan kembali penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.

Menurutnya, revitalisasi dimulai dari pemetaan bahasa, dilanjutkan dengan penentuan bahasa yang perlu direvitalisasi, hingga penyusunan Peraturan Daerah (Perda), penyiapan tenaga pendidik, serta pengembangan modul atau bahan ajar dalam kurikulum berbasis bahasa daerah.

“Tanggung jawab utama perlindungan bahasa daerah berada di pemerintah daerah, sementara pusat akan terus mendukung seluruh program tersebut,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *