Berita  

Tepis Klaim Greenpeace Indonesia, Masyarakat Adat Suku Kawei Dukung Penuh PT KSM

Masyarakat adat Suku Kawei di Raja Ampat menyatakan, mendukung keberlanjutan operasional tambang nikel PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) di Pulau Kawei, Raja Ampat.

Masyarakat menyebut, keberadaan perusahaan telah memberikan manfaat nyata dan langsung bagi komunitas adat.

“Kami masyarakat adat Suku Kawei telah menetapkan posisi bersama dengan pihak perusahaan dan akan tetap menjalankan pemantauan pengelolaan lingkungan selama operasional PT Kawei Sejahtera Mining berlangsung,” tegas Ketua Adat Suku Kawei Korinus Ayelo, Selasa (10/6/2025).

Tidak hanya itu, masyarakat Suku Kawei juga menegaskan mereka adalah pemilik sah hak ulayat Pulau Kawei dan wilayah sekitarnya, termasuk Pulau Waigeo Barat hingga Kepulauan Wayag.

Dimana hak pengelolaan wilayah adat telah diberikan secara penuh kepada mendiang Daniel Daat, mantan Kepala Suku dan pendiri PT KSM yang mendirikan perusahaan dengan visi menyejahterakan masyarakat adat melalui pengelolaan sumber daya tambang.

Masyarakat juga menyatakan, keterlibatan aktif mereka dalam berbagai aspek operasional tambang, mulai dari tenaga kerja lokal, pengadaan bahan makanan, pengawasan keamanan, hingga pemantauan lingkungan.

Mereka juga merinci manfaat langsung yang mereka terima:
• Kompensasi adat bulanan kepada tiap kepala keluarga
• Beasiswa pendidikan tinggi untuk anak-anak adat
• Pelayanan kesehatan gratis
• Perbaikan fasilitas umum, seperti sekolah, pustu, dan listrik desa
• Dukungan kegiatan keagamaan secara rutin

“Kami telah lama memperjuangkan peningkatan taraf hidup ekonomi kami bersama almarhum Daniel Daat. Maka, dukungan kami terhadap PT KSM adalah bagian dari perjuangan kedaulatan wilayah adat kami,” lanjutnya.

Selain itu, masyarakat juga mengkritik dan menolak keras narasi yang dikeluarkan pihak Greenpeace Indonesia yang dinilai menyebarkan informasi tanpa konfirmasi dan merugikan masyarakat adat.

“Mereka datang secara diam-diam seperti maling, tanpa permisi kepada kami sebagai pemilik hak ulayat yang sah,” tegas Korinus Ayelo.

Ia menambahkan, klaim Greenpeace Indonesia soal kawasan konservasi yang dilanggar adalah tidak berdasar. Karena justru zona konservasi selama ini tidak memberi manfaat ekonomi apapun bagi warga Suku Kawei.

Perizinan legal dan AMDAL transparan
PT Kawei Sejahtera Mining, disebut telah melibatkan masyarakat adat dalam penyusunan seluruh dokumen perizinan, termasuk AMDAL tahun 2013 dan revisinya pada 2024, serta PKKPRL tahun 2023. Proses ini berjalan dengan penjelasan terbuka dan partisipatif, menurut warga.

Kemudian menanggapi isu lingkungan, warga mengaku telah menyaksikan langsung pembangunan dua kolam pengendapan limbah (settling pond) di lokasi tambang. Yaitu Kolam Yefbi dan Kolam Salasih yang disebut telah berfungsi dengan baik, meski masih perlu penyempurnaan untuk musim hujan ekstrem.

Terkait hal itu, masyarakat adat Suku Kawei memohon kepada pemerintah pusat termasuk Kementerian ESDM, Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Kelautan, untuk mendukung kelanjutan operasional tambang yang dinilai telah memberikan dampak nyata bagi komunitas mereka.

“Kami membuat pernyataan ini dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari pihak manapun, sebagai tanggapan atas pemberitaan sepihak dari Greenpeace yang berkembang saat ini,” pungkasnya. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *