Fernando Genuni yang merupakan pengacara sekaligus praktisi hukum di Provinsi Papua Barat Daya ikut menyoroti, terkait dengan rencana penerapan pendidikan gratis di Kota Sorong mulai tahun ajaran baru 2025/2026.
Menurut Fernando, dirinya meragukan program pendidikan gratis di Kota Sorong akan berjalan mulus sesuai yang direncanakan Wali Kota Sorong Septinus Lobat bersama Wakil Walikota Sorong Anshar Karim.
“Bicara pendidikan gratis, yang kita harus lihat itu dasar hukumnya apa dulu?,” ujar Fernando saat ditemui awak media, di Kompleks Kantor Walikota Sorong, Jumat (11/4/2025).
Dikatakannya, suatu program kegiatan yang membutuhkan anggaran yang besar seperti pendidikan gratis ini wajib memiliki dasar hukum terlebih dahulu.
“Sebelum program ini jalan, pemerintah daerah harus membuat dasar hukumnya dulu. Perwali sama Pergub saja belum ada, bagaimana program ini bisa langsung jalan,” ungkap Nando.
Lanjutnya, dasar hukum berupa Perwali dan Pergub harus dibuat terlebih dahulu baru anggaran untuk pendidikan gratis bisa dicairkan.
“Kalau Pergub belum ada, Provinsi mau hibahkan dana besar ke Pemerintah Kota Sorong dasarnya apa? Ini bahaya loh, kalau program ini jalan baru belum ada Perwali dan Pergubnya,” imbuhnya.
Terkait hal itu, Fernando Genuni meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan Pemerintah Kota Sorong memperhatikan persoalan ini dengan baik.
“Saya melihat sepertinya dalam program ini sedang ada tarik-menarik. Siapa yang menjanjikan ini? Terus siapa yang harus dituntut untuk menjalankan? Seperti Gubernur bilang bahwa di dalam kampanye politiknya Gubernur tidak menjanjikan pendidikan gratis,” ungkapnya.
Menurut Nando, yang menjadi pertanyaan, apakah program pendidikan gratis ini akan bisa jalan baik atau tidak. Karena dalam rapat disampaikan yang digratiskan biaya masuk dulu dan pendaftaran.
“Nah, menjadi pertanyaan apakah nanti dengan proses pendidikan berjalan, SPPnya itu bagaimana? Kebutuhannya anak-anak ini nanti bagaimana? Ini untuk sekolah negeri. Kalau mau digratiskan ya tidak apa-apa. Karena itu pegawainya semua adalah pegawai yang digaji,” bebernya.
“Bagaimana dengan sekolah swasta? Yang diibaratkan otonomi khusus. Dia hidup dan berdiri untuk menghidupkan proses belajar mengajar di sekolahnya,” imbuhnya.
Nando melihat, pendidikan gratis di Kota Sorong tidak akan berjalan efektif nanti.
“Karena dari yang disampaikan Gubernur bahwa kalau memang Wali Kota punya dana banyak, silakan dia gratiskan semua. Wah ini anak banyak ini, mau digratiskan. Apanya yang mau digratiskan?,” ucapnya.
Di Papua sendiri, sambung Nando, sebenarnya berdasarkan Undang-undang Otsus semua itu sudah digratiskan. Mulai dari tas sekolah hingga baju seragam itu sudah digratiskan.
“Dana otonomi khusus untuk pendidikan itu sangat besar. Jalankan itu saja dulu. Ini dana otonomi khusus saja belum berjalan dengan baik, terus Pemerintah Kota Sorong mau sibuk buat yang mana lagi. Mau gratiskan yang mana? Saya mau tanya itu. Karena mohon maaf saja, untuk melakukan pendidikan gratis itu sangat sulit,” pungkasnya.